Rodiah Widarna

Tidak Ada Kata Terlambat untuk Cita-Cita 

Rodiah menatap hamparan salju dari jendela apartemennya di Swedia. Kota yang dingin namun penuh kehangatan ini kini menjadi rumah keduanya. Setelah puluhan tahun, akhirnya Rodiah berhasil meraih impiannya yang sempat tertunda untuk melanjutkan studi S2 di Swedia. Perjalanan ini dimulai dari sebuah mimpi kecil seorang gadis yang tumbuh di keluarga sederhana. Ayahnya selalu menekankan pentingnya pendidikan sebagai jalan untuk mengubah nasib. Namun, kenyataan hidup tidak selalu sejalan dengan mimpi. 

Masa-masa di SMA penuh dengan kebimbangan. Rodiah pernah mengubur dalam-dalam keinginannya untuk melanjutkan kuliah karena melihat kondisi ekonomi keluarganya. Namun, dukungan penuh dari ayah dan ibunya yang selalu mengatakan bahwa pendidikan adalah investasi terbesar, memberi Rodiah kekuatan untuk terus berjuang. 

Penerimaan di Universitas Padjadjaran merupakan titik balik dalam hidupnya. Meskipun biaya kuliah terasa memberatkan, bantuan dari keluarga dan informasi mengenai beasiswa Karya Salemba Empat (KSE) membuka jalan bagi Rodiah. 

Pengalaman selama di KSE memberikan banyak pelajaran berharga. Dari kegiatan pengabdian masyarakat di Jatinangor hingga mengikuti camp entrepreneurship di Batu, Malang, semuanya membentuk karakter dan pandangan Rodiah terhadap masa depannya.

Setelah menyelesaikan pendidikan S1 dan bekerja sebagai perawat, Rodiah tidak pernah berhenti bermimpi. Impian untuk melanjutkan studi ke luar negeri tetap ia genggam erat. Dengan tekad dan kerja keras, Rodiah mengajukan berbagai aplikasi beasiswa untuk melanjutkan studi S2. 

Dengan senyuman penuh harapan, Rodiah menatap masa depan. Ia tahu bahwa ini bukan akhir dari perjalanannya. Pendidikan adalah perjalanan seumur hidup, dan dengan tekad serta kerja keras, tidak ada cita-cita yang terlalu tinggi untuk diraih. Perjalanan hidupnya adalah bukti bahwa dengan usaha dan doa, segala rintangan dapat dilampaui, dan cita-cita yang tertunda akhirnya bisa digenggam. 

Saya Rodiah, atau lebih akrab dipanggil Roro. Namun, dalam dunia sosial media dan publikasi ilmiah, nama Rodiah Widarna lebih sering terdengar. Lulus dari Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran pada tahun 2012, saya melanjutkan perjalanan pendidikan ke program profesi keperawatan dan berhasil menyelesaikannya pada tahun 2013. 

Keluarga Kecil dengan Mimpi Besar 

Dalam masa-masa SMA, Rodiah dan adiknya menghadapi tantangan besar untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Meskipun kondisi ekonomi keluarga hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, pendidikan tetap menjadi impian yang tertanam kuat dalam hati Rodiah. Ayah dari Rodiah sering kali mengingatkan bahwa investasi dalam pendidikan akan membawa perubahan besar bagi masa depan mereka. Dari SD hingga SMP, mereka berdua mendapatkan bantuan dari pihak sekolah berupa buku dan keringanan biaya SPP, yang sangat membantu dalam mengejar prestasi akademis mereka. Saat SMA di SMAN 2 Bandung, nilai rapor Rodiah sempat menurun karena Rodiah berpikir “kenapa sih harus bagus nilai rapor, orang belum tentu bakalan kuliah” tapi ternyata Rodiah juga tidak berani bertanya ke orang tua untuk lanjut kuliah atau tidak lanjut kuliah. 

Rodiah di kelas dua SMA semester dua, dihadapkan pada pilihan jurusan kuliah. Rodiah ingin menjadi psikolog. Namun, gurunya menyarankan untuk mengambil jurusan keperawatan di Poltekkes. Sempat ragu, karena awalnya Rodiah mengira perawat hanya membantu dokter dan tidak ada ilmu khususnya. Rodiah pulang dengan raut wajah yang bingung setelah sekolah, duduk di kursi ruang tamu, dan bapaknya yang sedang membaca koran langsung menyadari ekspresi putrinya. Dia meletakkan korannya di meja dan bertanya, "Rodiah, ada apa? Kenapa wajahmu terlihat bingung begitu?" 

Rodiah menjawab dengan berat hati, "Bapak, aku sedang memikirkan tentang masa depan. Aku ingin jadi psikolog, tapi beberapa teman dan guru menyarankan aku untuk memilih jurusan keperawatan saja." 

Bapak merespons dengan ramah, "Setiap pilihan pasti ada risikonya, dan tidak ada jalan yang benar-benar sempurna. Yang penting adalah kamu merasa senang dan puas dengan apa yang kamu pilih. Kamu sudah mempertimbangkan segala sesuatunya dengan baik?" Rodiah menundukkan kepala, "Sudah, Pak. Tapi, aku juga memikirkan kondisi keuangan kita. Aku ingin memilih jurusan yang bisa cepat membantu kita secara finansial." Bapak memahami, "Kamu anak yang bijaksana, Rodiah. Tapi ingat, bapak dan ibu akan selalu mendukung apapun pilihanmu. Pendidikan adalah investasi, dan kami percaya kamu akan membuat keputusan yang terbaik untuk masa depanmu." 

Rodiah penuh tekad, "Baik, Pak. Aku akan pertimbangkan semua ini dengan baik. Terima kasih banyak atas dukungan bapak." Bapak menyentuh bahu Rodiah dengan hangat, "Selalu, Nak. Kita hadapi semua ini bersama-sama. Jangan pernah ragu untuk berbicara dengan bapak dan ibu jika kamu butuh bantuan atau nasihat." 

Rodiah merasa lebih tenang setelah berbicara dengan bapaknya. Dukungan dan nasihatnya memberikan kekuatan tambahan untuk menghadapi masa depan. Pikiran kata-kata bapaknya terus menghantui pikiran Rodiah, membangkitkan semangat dan keyakinannya untuk mengejar mimpinya tanpa ragu. Akhirnya setelah diyakinkan oleh kata bapak “Pokoknya pasti kamu akan kuliah nggak usah dipikirin gimana caranya dapat biayanya, kamu fokus aja belajar”. 

Singkat cerita, Rodiah lulus UAN SMA dan berencana melanjutkan ke Poltekkes Bandung jurusan ilmu keperawatan. Alasannya mengambil jurusan ini atas saran dari guru Bahasa Inggris SMA, Ibu Dinar, serta dari Om Rodiah waktu itu. Rodiah mengikuti seleksi di Poltekkes Bandung, tes administrasi, tes tulis, dan tes kesehatan.  Tidak lama dari itu, sekitar berapa minggu setelahnya, Rodiah mengikuti Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di tahun 2008. Rodiah mengambil tipe Ilmu Pengetahuan Campuran (IPC), dengan pilihan pertama di Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran (FKep Unpad), pilihan kedua di Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran, dan pilihan ketiga di Fakultas Pertanian Institut Teknologi Bogor. 

Ilmu Keperawatan Kebanggaan Aku dan Ayahku 

Awalnya, Rodiah mengira menjadi perawat tidak membutuhkan pendidikan tinggi. Namun, anggapan Rodiah I terpatahkan. Perawat membutuhkan ilmu dan keahlian khusus, bahkan ada yang meraih gelar PhD. Ketertarikan Rodiah pada perawat semakin kuat karena peluang kerja yang cepat di rumah sakit. 

Ketika ayahnya jatuh sakit, Rodiah harus mengalami momen yang penuh tantangan dan emosional. Ayahnya mengalami kondisi kesehatan yang memerlukan perawatan intensif selama enam bulan sebelum akhirnya meninggal dunia. Di tengah-tengah masamasa ini, Rodiah merasakan beban emosional yang berat, namun juga mengalami pertumbuhan yang mendalam dalam pemahaman akan pentingnya perawatan kesehatan. 

Sebagai mahasiswa keperawatan yang masih berada di semester kedua, pengalaman ini menjadi titik balik yang menguatkan tekad Rodiah untuk mengejar mimpi menjadi seorang perawat. Ketika ayahnya meninggal dunia, Rodiah merasa sedih dan terpukul, namun juga merasa bersyukur bahwa dia memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk merawatnya dengan baik saat perjalanan terakhirnya. 

“Saya bersyukur atas ilmu keperawatan ini dan akan terus menjalani profesi ini, seperti yang didambakan orang tua terutama almarhum ayahku” ucap Rodiah. 


Beasiswa Memberi Jalan dan Potensi Tambahan 

Rodiah diterima di pilihan pertama SNMPTN di UNPAD, tapi bingung dengan biaya SPP yang cukup besar. Beruntung, ada keluarga yang meminjamkan uang untuk biaya masuk. Di UNPAD, Rodiah menemukan banyak informasi beasiswa dan akhirnya lolos seleksi Beasiswa KSE di tahun 2009. Beasiswa ini sangat membantu saya, terutama setelah ayah Rodiah meninggal di semester dua. 

Akhirnya setelah dinyatakan lulus seleksi nasional (dulu pengumumannya ada di koran dan di internet) di pilihan pertama, Rodiah harus mempersiapkan daftar ulang dan sebagainya ke kampus tujuan, yaitu Fakultas Keperawatan, Universitas Padjadjaran. Bapak Rodiah akhirnya meminjam sebagian uang untuk keperluan daftar ulang. 

Namun, setelah duduk di semester satu, fakultas Rodiah menyediakan banyak informasi terkait beasiswa yang bisa didapatkan mahasiswa pada saat itu, termasuk Beasiswa Karya Salemba Empat (KSE). Sayangnya, seingat Rodiah, saat itu KSE hanya menerima calon penerima beasiswa yang sudah menginjak semester 3. 


Calon Perawat Ikut Bisnis bantu Orang Tua 

Ibu dari Rodiah sudah berjualan nasi kuning dan mustofa di pasar sejak lama, bahkan sejak Rodiah masih SMP. Ayah saya, yang sudah meninggal, dulunya bekerja sebagai sopir dan buruh kasar, namun sejak Rodiah SMP beliau ikut berjualan bersama ibu. 

Malam setelah pulang kuliah, Rodiah membantu ibu dengan berbagai persiapan, seperti mencuci beras, mengiris tempe, dan menggoreng kerupuk. Di sela-sela kesibukan, Rodiah juga menyempatkan diri untuk menonton televisi, membaca buku, atau mengerjakan tugas. Sejak kepergian sang ayah, hidupku berubah. Rodiah terpaksa berhenti mengikuti latihan taekwondo yang sangat Rodiah Sukai, karena harus membantu ibu berjualan. Rodiah bahkan melewatkan kesempatan untuk naik tingkat dari sabuk kuning ke kuning strip karena latihannya sampai larut malam, sementara malamnya juga harus membantu ibu untuk persiapan jualan. 

Di tengah kesedihan yang mendalam, ada juga berita yang memberikan harapan baru bagi masa depannya: Rodiah berhasil mendapatkan beasiswa dari KSE. Beasiswa ini tidak hanya memberikan bantuan finansial yang sangat dibutuhkan untuk melanjutkan pendidikannya, tetapi juga menjadi tanda dukungan yang kuat dari komunitasnya (Paguyuban KSE) dan berbagai pelatihan softskill yang turut membantu membentuk dirinya saat ini. 


KSE Entrepreneurship Camp & Bisnis Kentang Mustofa Ibuku. 

Pengalaman Rodiah dalam kegiatan KSE di Jatinangor, di mana ia terlibat dalam pengabdian masyarakat sebagai kepanitiaan untuk pemberian bansos dan sebagai petugas cek kesehatan gratis di pesisiran Jatinangor, sungguh memberikan kesan mendalam baginya. 

Camp entrepreneurship di Malang berlangsung selama sekitar lima hari di sekolah Matahari Pagi. Saat itu, kehadiran Sandiaga Uno menciptakan suasana yang tak terlupakan bagi Rodiah. "Kegiatannya berlangsung sekitar lima hari di sekolah Matahari Pagi. kehadiran Sandiaga Uno menciptakan suasana yang tak terlupakan," kata Rodiah sambil tersenyum. 

Di dalam pelatihan tersebut, partisipasi berbagai narasumber yang kompeten seperti pengurus KSE, pendiri KSE, dan praktisi bisnis lainnya menjadi momen penting dalam memperkaya pengetahuan dan wawasan Rodiah tentang dunia kewirausahaan. Ide dan gagasan yang terinspirasi dari pelatihan tersebut membantu Rodiah melihat lebih jauh tentang bagaimana mengembangkan usaha orang tuanya dengan lebih strategis dan efektif. 

Pengalaman ini tidak hanya mengubah pandangan Rodiah tentang kewirausahaan, tetapi juga menginspirasinya untuk merencanakan langkah-langkah konkret dalam memperluas usaha kentang mustofa. 

Sekalian membantu produksi orang tua, Rodiah Memilih produk Kentang Mustofa yang sudah dikenal luas karena banyak orang yang sudah mengenalnya. Kemudian, banyak orang mengatakan bahwa rasa kentang mereka berbeda dengan yang lain, sehingga memiliki ciri khas sendiri dan mendapatkan banyak orderan. 

Pada suatu titik, kami mulai mencari-cari alat untuk menggiling kentang sehingga tidak perlu lagi melakukan secara manual. Dahulu, ayah kami menggunakan pisau secara manual untuk memotong kentang, mungkin karena kurangnya pengetahuan saat itu dan anak-anak kami masih kecil. 

Setelah Rodiah melakukan pencarian, akhirnya Rodiah menemukan mesin potong kentang yang memungkinkan kami untuk meningkatkan efisiensi produksi secara signifikan. 

Melihat potensi yang besar, adik Rodiah, pun mengembangkan variasi keripik kentang Mustofa dengan bentuk bulat di bumbu kering. 

Saya kemudian bertanya kepada teman di BEM mengenai beasiswa dari awal, dan ia memberi tahu tentang adanya beasiswa Bidik Misi. Adik saya akhirnya mengikuti seleksi Bidik Misi dan mendapatkan beasiswanya, yang menanggung biaya kuliahnya dari awal hingga akhir. Begitu banyak tantangan yang kami hadapi dalam mengejar pendidikan. 

Langkah Awal Sejak Sarjana Keperawatan 

Berawal dari cita-cita mulia untuk menjadi perawat sejati yang jujur, cerdas, dan mampu merawat pasien dengan sepenuh hati, Rodiah melangkah maju menempuh pendidikan keperawatan hingga meraih gelar sarjana. 

Semasa semester akhir, keinginan untuk melanjutkan studi S2 mulai muncul dalam benakku. Namun, saat itu Rodiah fokus persiapan pendidikan profesi terlebih dahulu Rodiah sempat tertarik dengan keperawatan komunitas, namun lagi-lagi bimbang dengan passion nya sendiri. Setelah lulus dari Fakultas Keperawatan Unpad, Rodiah meneruskan kuliah di Program Profesi Keperawatan Unpad karena untuk menjadi perawat di Rumah Sakit, harus lulus program profesi keperawatan dan mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR) Keperawatan sebagai dokumen resmi diperbolehkan praktek di klinik maupun di rumah sakit. 

Lompatan Setelah Profesi Keperawatan 

Singkatnya, setelah lulus dari Program Profesi Keperawatan, Rodiah bekerja sebagai perawat sekolah di suatu boarding school di Lembang, Jawa Barat. Setelah satu tahun bekerja disana, Rodiah ingin mengaplikasikan ilmunya dengan mencoba bekerja di rumah sakit, dan melamar ke salah satu rumah sakit khusus kaum dhuafa di kota Bogor, Jawa Barat. 

Setelah di Bandung, Rodiah melamar ke dinas kesehatan dan beberapa perusahaan kesehatan. Saat di Bandung, Rodiah pernah bekerja sebagai verifikator kesehatan, provider relation, supervisor survey, dan peneliti. Setelah semua pengalaman ini, Rodiah menyadari bahwa Rodiah Merasa menyedihkan melihat orang-orang jatuh sakit. Orang jatuh sakit dirasa sudah menurun tingkat produktivitasnya, juga berdampak pada keluarga dan lingkungan di sekitarnya, juga biaya tinggi yang dikeluarkan. Rodiah menyadari bahwa panggilan Rodiah adalah untuk pencegahan dan promosi kesehatan. Rodiah bergabung dengan Research Center for Care and Control of Infectious Diseases (RC3ID), Universitas Padjadjaran pada tahun 2018 untuk memenuhi passion saya. 

Setelah lulus kuliah, Rodiah fokus melamar pekerjaan. Tapi, takdir berkata lain, Rodiah justru malah berkesempatan untuk mengajar di pesantren sambil belajar ilmu agama. Di sela-sela kesibukan, Rodiah mencoba melamar beasiswa S2 di Korea, namun sayangnya gagal. 

Perawat di Boarding School 

Pengalaman Rodiah di pesantren itu unik dan bikin Rodiah malu sendiri. Di sana, Rodiah tinggal bareng anak-anak SMP dan SMA yang rajin banget. Jam 2 pagi mereka udah pada mandi dan sholat tahajud, bikin Rodiah yang tadinya mager jadi semangat. Selain kerja sebagai perawat, Rodiah juga belajar agama di sana. Sampai sekarang, Rodiah masih sering berhubungan dengan anak-anak boarding school tersebut. 

Alasan Rodiah keluar dari pesantren adalah karena ingin mengaplikasikan ilmu di dunia nyata, yaitu di rumah sakit. Setelah lulus pesantren, Rodiah juga pernah mencoba berjualan pulsa saat kuliah, namun tidak cocok dan akhirnya berhenti. Saat itu, Rodiah membantu ibu berjualan nasi kuning di pasar setiap sabtu dan minggu. 

Sebagai mahasiswa Unpad, Rodiah dan teman-teman sering menghabiskan waktu bersama untuk hal kreatif, seperti berkemah atau mengerjakan proposal bersama di rumah teman. 

Karir Sosial Membantu Sesama 

Pengalaman di Dompet Dhuafa membangkitkan kecintaan Rodiah pada bidang kesehatan dan membantu sesama. Rodiah senang bisa belajar dan merawat pasien di sana. Pengalaman ini memotivasiku untuk terus belajar dan tidak ingin memberikan informasi yang salah kepada pasien. Setelah Dompet Dhuafa, Rodiah bekerja di perusahaan di bidang provider relation dan klaim verifier. Pekerjaan ini murni untuk mencari uang dan Rodiah mulai melupakan cita-cita untuk melanjutkan studi S2. Namun, di tahuntahun terakhir, Rodiah Ingin keluar dari rutinitas dan kembali mengejar cita-citaku. Rodiah ingin bekerja di bidang riset kesehatan dan membantu orang lain dengan pengetahuan yang dimiliki. 


Karir Kesehatan di Pusat Riset UNPAD 

Baru-baru ini, Rodiah teringat pengalaman Rodiah mendaftar di Pusat Riset Unpad. Saat itu, Rodiah sedang bekerja di Telkomedika dan melihat iklan lowongan terbuka di berbagai Pusat Riset Unpad. Rodiah merasa tertarik dan teringat pernah mendaftar di Pusat Riset Unpad di awal masa karir, namun tidak diterima. Pengalaman di rumah sakit membuat Rodiah tidak nyaman melihat orang sakit dan tidak produktif. 

Kemudian, Rodiah melihat pengumuman lowongan di Pusat Riset UNPAD dan mencoba mendaftar lagi. Kali ini, Rodiah diterima dan mulai bekerja di sana. Ternyata, Rodiah sangat menikmati pekerjaan di Pusat Riset karena terasa seperti belajar dan kuliah. 

Dalam dua tahun pertama Rodiah di RC3ID, Rodiah telah menjadi bagian dari Studi HIV (Early) Test and Treat Indonesia (HATI) sebagai asisten peneliti. Penelitian ini dilakukan bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Pusat Penelitian Universitas Atmajaya, kementerian kesehatan Republik Indonesia, Kirby Institute (berafiliasi dengan The University of New South Wales), dan World Health Organization (WHO). 

Sejak tahun 2020, Rodiah ditugaskan sebagai Manajer Riset Tuberkulosis (TBC) di RC3ID dan mensupervisi 11 asisten peneliti. Rodiah terlibat dalam Studi COVET, yaitu studi mengenai dampak COVID pada sektor kesehatan swasta yang dilakukan di 3 negara: Indonesia, India, dan Nigeria.  

Selama penelitian ini, kami menjalin kerjasama yang baik dengan Dinas Kesehatan Kota Bandung dan Program TBC Rodiah ingin berkontribusi dalam mengubah paradigma sebagian besar masyarakat Indonesia dari paradigma sakit menjadi paradigma sehat. 

Pembaca Jurnal Penelitian bidang Kesehatan 

Pekerjaan Rodiah sebagai pembaca jurnal penelitian membuka peluang baru. Awalnya, Rodiah tertarik pada penelitian HIV, namun kemudian fokus Rodiah beralih ke penelitian tuberkulosis. Lingkungan kerja yang mendukung di Pusat Riset 4 mendorong Rodiah untuk melanjutkan pendidikan. 

Di tahun 2021, Rodiah memulai penelitian tentang dampak Covid-19 terhadap industri kesehatan swasta. Sebelumnya, Rodiah sempat menjadi relawan Covid di Biofarma dan tempat lain. Di bulan Juli 2021, ibu Rodiah Sakit dan meninggal karena Covid di bulan Agustus. Rodiah menutup jendela kantornya dan kembali ke meja kerjanya. Di atas meja, tergeletak beberapa jurnal dan buku yang baru saja ia beli. Di dalam hati, ia bertekad untuk melanjutkan studi dan meraih gelar yang lebih tinggi. Karena baginya, pendidikan adalah perjalanan seumur hidup. Dan perjalanan itu, bagi Rodiah, baru saja dimulai. 



Perjuangan melampaui Cita-cita yang Tertunda 

Di tahun 2022, ketika kondisi mental Rodiah mulai stabil, Rodiah mulai memikirkan kembali tentang studi S2 nya. Rodiah mengikuti les IELTS intensif akhir tahun 2022 dan nekad mengikuti tes IELTS pertamanya di awal tahun 2023. Awal tahun 2023, setelah hasil tes IELTS keluar, Rodiah mendaftar LPDP dan mengikuti seleksi tahap 1 di bulan Januari 2023. Sayangnya, Rodiah Gagal di tahap wawancara. 

Pada tahun 2023, Rodiah memutuskan untuk mendaftar beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Walaupun sempat gagal pada tahap 1 tahun 2023, akhirnya Rodiah dinyatakan lolos  215 seleksi pada tahap 2 tahun 2023, tepatnya di bulan November 2023. 

Rodiah mendaftar ke Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat di Karolinska Institutet, Swedia. Lebih tepatnya adalah Master’s in Public Health Science – Specialization in Health Promotion and Prevention. Meskipun sedang berlibur di Singapura bersama sepupu, Rodiah tetap bertekad untuk mengikuti ujian LPDP Scholastik.

Persiapan yang panjang terbayarkan ketika Rodiah diterima di program studi yang Rodiah impikan, yaitu di Karolinska Institutet, Swedia yang berfokus pada kesehatan masyarakat. Dengan tekad dan semangat, Rodiah Siap untuk berkontribusi dalam bidang ini melalui program RC3ID. Pada pertengahan Maret 2024, Rodiah mendapatkan email dari Karolinska Institutet, Swedia, bahwa Rodiah diterima sebagai salah satu calon mahasiswa magister kesehatan masyarakat di kampusnya. 

Kasus TBC di Indonesia, terutama di Bandung, masih tergolong tinggi. Salah satu faktor yang berkontribusi adalah terhambatnya akses pengobatan akibat pandemi Covid-19. Pembatasan sosial dan lockdown membuat banyak orang kesulitan menjangkau pelayanan kesehatan. 



Gerbang Langkah Cita-cita: S2 ke Swedia 

Di tengah kesibukan pekerjaan di kantor, Rodiah mendapat dukungan penuh dari atasan untuk mengikuti program LPDP. Awalnya, Rodiah ragu karena ingin melanjutkan studi ke luar negeri. Namun, atasan meyakinkan Rodiah untuk mencoba LPDP terlebih dahulu dan beliau berjanji akan membantu Rodiah di project kantor sampai bulan Juli. 

Saat ini, karena atasan tahu Rodiah akan melanjutkan studi, Rodiah membantu di berbagai lini project, seperti persiapan protokol etik, pembuatan formulir dan kuesioner, serta membantu audiensi dengan Kemenkes dan Dinkes. Pengalaman Rodiah dalam pemetaan Covid-19 sebelumnya juga membantu Rodiah Dalam project ini. 

Sejak kepergian ibu, Rodiah kehilangan motivasi dan semangat. Hidup terasa hampa seperti pulang ke rumah kosong tanpa penghuni. Rodiah merasa kehilangan arah dan tujuan. Namun, secercah harapan muncul saat Rodiah memutuskan untuk melanjutkan studi di Swedia. Meskipun pengumuman kelulusan terasa pahit karena Rodiah Sendirian tanpa dukungan orang tua, rodiah bersyukur memiliki teman-teman yang luar biasa. Mereka selalu mendukung dan membantuku di setiap langkah. 

Meskipun masih sibuk bekerja, Rodiah sudah mempersiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk mendaftar Beasiswa LPDP dan kuliah di Swedia. Salah satu yang penting adalah visa residence permit karena Rodiah akan tinggal disana selama 21 bulan. Rodiah bersyukur sudah menyelesaikan tuition fee dan residence permit yang sudah dibayarkan oleh beasiswa LPDP, meskipun biayanya cukup besar. 

Paradigma sehat bukan hanya tentang menjaga kesehatan dan mencegah sakit, tapi juga tentang promosi dan pencegahan. Hal ini sejalan dengan pemikiran Rodiah bahwa kesehatan bukan hanya tentang mengobati penyakit, tapi juga tentang upaya proaktif untuk menjaganya. Sayangnya, banyak orang Indonesia yang baru pergi ke dokter ketika sudah sakit. Padahal, pemeriksaan kesehatan rutin dan kegiatan pencegahan sangatlah penting untuk menjaga kesehatan. Meskipun Rodiah berasal dari keluarga dengan keterbatasan ekonomi, Rodiah yakin bahwa masalah keuangan tidak boleh menjadi hambatan untuk mencapai cita-cita.

Epilog : Tidak ada kata terlambat untuk “Cita-cita” 

Rodiah menatap langit biru dari jendela apartemennya di kota Solna. Kota ini, yang begitu asing namun menenangkan, kini menjadi rumah barunya. Setelah bertahun-tahun menanti dan berjuang, akhirnya mimpi yang tertunda itu terwujud: melanjutkan studi S2 di Swedia. Tidak ada kata terlambat untuk “Cita-cita”. Ketertarikan Rodiah untuk belajar ilmu kesehatan di luar negeri bukanlah hal yang baru. Sejak awal, ia ingin mendapatkan ilmu langsung dari sumbernya. Di Indonesia, ilmu yang didapat seringkali berasal dari orang kedua atau ketiga yang pernah belajar di sana. Rodiah ingin merasakan pengalaman belajar langsung di kampus terbaik, seperti di universitas kedokteran Swedia yang terkenal dengan kualitas pendidikannya.

Bagi Rodiah, pendidikan bukan hanya tentang mendapatkan gelar, tetapi tentang memperluas pola pikir dan cita-citanya di masa depan. Ia ingin mengubah paradigma sakit menjadi paradigma sehat. Maksudnya, ia ingin orang-orang lebih fokus pada pencegahan dan promosi kesehatan daripada hanya mengobati penyakit. Rodiah bercita-cita membantu membangun masyarakat yang sehat dan produktif yang dapat membangun negara. Di Indonesia, banyak orang yang baru pergi ke dokter ketika mereka sudah sakit. Rodiah ingin mengedukasi masyarakat untuk lebih fokus pada pencegahan dan promosi kesehatan. 

Dengan tekad yang kuat dan semangat yang membara, Rodiah siap mengarungi perjalanan baru ini, membawa harapan dan perubahan bagi masa depan yang lebih baik. Di bawah naungan Karolinska Institute, Rodiah yakin ia akan mampu mencapai puncak cita-citanya.