Drg. Shoimah Alfa Makmur, M.D.Sc.,Sp.K.G.A.
Dari Klinik ke Kampus: Jejak Langkah Shoimah
Perjalanan hidup Shoimah bagaikan sebuah novel yang penuh dengan lika-liku dan pelajaran berharga yang membentuk karakternya menjadi kuat dan tangguh. Sejak kecil, Shoimah yang biasa dipanggil Shoim telah menghadapi berbagai tantangan yang menjadikannya pribadi yang tak pernah berhenti tumbuh dan menikmati setiap proses kehidupan.
Shoim berasal dari sebuah kota kecil di Klaten, yang terkenal dengan beras Rojolelenya. Masa kecil Shoim dihabiskan di kota tersebut hingga lulus SD. Setelah itu, Shoim belajar untuk pertama kalinya merantau ke Jogja, melanjutkan pendidikan.
Shoim pun menyetujui, dia menganggap hal tersebut sebagai tantangan yang menarik. Berbekal nilai ujian tahap akhir SD, dia diterima di SMP 1 Yogyakarta, meskipun masuk dengan urutan tiga terbawah. "Aku senang bisa bersekolah di Jogja," kata Shoim, mengenang kembali masa-masa itu.
Ia tersenyum, mengenang perjalanannya. “SMP 1 Yogyakarta itu berlokasi tidak jauh dari UGM. Ternyata, nantinya Gadjah Mada menjadi tempat aku melanjutkan mimpi dan juga mengabdi, menjalankan tri dharma perguruan tinggi." Shoimah pun melanjutkan ceritanya "Bisa diterima dan menempuh pendidikan di SMA 1 Yogyakarta merupakan pengalaman yang luar biasa," lanjut Shoim, matanya penuh kenangan. "Sekolah itu bukan hanya tempat belajar, tetapi juga tempat di mana aku menemukan banyak teman yang sejalan, memiliki semangat yang sama untuk mencapai mimpi-mimpi besar."
Shoim bersyukur atas perhatian mendalam yang diberikan orang tuanya terhadap pendidikan anak-anak mereka. Jauh dari kehangatan keluarga, di dunia yang baru, kemandirian Shoim mulai teruji. Dia belajar dengan penuh tekad untuk mengelola uang dengan bijak, sebuah pelajaran berharga yang tidak pernah lepas dari ingatannya selama masa kuliah. “Bersyukur banget punya orangtua yang bisa dikatakan “melek” terhadap pendidikan anaknya. Kemandirianku mulai ditempa di masa remaja. Seperti roda mobil yang terus berputar, begitu pula roda kehidupan yang kadang berada di atas dan kadang di bawah. Kondisi ekonomi orang tua Shoim pun tak selalu stabil. Namun, dari situ, Shoimah belajar makna kerja keras dari ayahnya seorang wiraswasta, dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Shoim adalah anak kelima dari 6 bersaudara. Tak mudah bagi mereka membiayai sekolah kelima anaknya. Maka, sebagai anak, Shoim merasa sudah selayaknya membalas kerja keras orang tuanya dengan bertanggung jawab terhadap apa yang dijalaninya dan menyelesaikan pendidikan dengan baik.
isah Perjalanan dari Keluarga NonMedis
Keluarga Shoimah menjalani kehidupan sebagai wiraswasta. Bapaknya adalah seorang pedagang toko kelontong, yang usahanya terkena dampak hebat saat krisis moneter tahun 1998. Ketika Shoim masih di bangku SD, toko kelontong bapaknya mengalami masa-masa sulit. Ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang selalu mendukung suaminya. Ia sedia membantu usaha suaminya di toko kelontong atau usaha lainnya. Berbagai usaha agar kondisi ekonomi tetap bisa stabil pernah dilakukan namun sayangnya, beberapa kali gagal. Kemudian, mereka beralih ke ternak burung yang sempat memberikan penghasilan cukup sebelum akhirnya terkena dampak isu virus flu burung, membuat usaha tersebut juga menurun ketika itu. Shoim menghela napas, memandang jauh seakan melihat kembali masa-masa sulit itu. "Kalau menjadi wiraswasta seperti pedagang toko kelontong atau ternak burung, penghasilan orang tua saya tidak tetap setiap bulannya, kami sangat tergantung pada kondisi pasar."
Shoim tersenyum tipis, menutup cerita dengan nada penuh realisme, "Namun itulah tantangan sebagai wiraswasta, penuh ketidakpastian, tapi di situ juga letak kekuatan dan semangat kami."
Shoim tersenyum kecil, mengenang diskusi hangat keluarga yang pernah terjadi di rumahnya. "Akhirnya, setelah melalui berbagai pertimbangan, aku memutuskan mengambil pilihan kedua di kedokteran gigi," tutupnya dengan senyum penuh keyakinan. Pada saat itu, Shoim mengikuti ujian masuk perguruan tinggi jalur SPMB dengan kedua pilihan tadi dan setiap pilihan itu calon mahasiswa diminta untuk mengisi kesanggupan orang tua dalam membayar Sumbangan Peningkatan Mutu Akademik (SPMA) sesuai rentang penghasilan. SPMA 0 untuk penghasilan orangtua dibawah satu juta, SPMA 1 apabila penghasilan orangtua satu juta hingga dua setengah juta dan seterusnya. Untuk pilihan pertama, Shoim mengisi nominal di SPMA 1.
Meskipun keputusan besaran biaya SPMA tersebut awalnya tidak disetujui oleh ibunya Shoim, setelah diskusi yang panjang dan penuh pemahaman, akhirnya Ibunya pun setuju. Disisi lain, Shoim juga menyiapkan alternatif apabila tidak diterima di kedua pilihan tadi. Shoim juga mendaftar di Poltekkes Kebidanan, di mana awalnya ia masuk sebagai calon cadangan. Akhirnya, pengumuman SPMB tiba dan Shoim diterima di pilihan kedua, kedokteran gigi. Shoim pun memilih untuk tidak melanjutkan kebidanan di Poltekkes dan memulai perjalanan baru di Fakultas Kedokteran Gigi UGM.
Jualan Roti sampai Julukan Shoim Bakery
Menjadi mahasiswa di Kedokteran Gigi ternyata tidak mudah bagi Shoim dengan uang saku yang pas-pasan. Uang mingguan yang biasanya diberikan orang tua ternyata tidak jauh berbeda ketika duduk di bangku SMA dengan saat kuliah. Padahal keperluan perkuliahan lebih banyak, apalagi di Kedokteran Gigi, alat dan bahan untuk praktikum pun juga tidak murah. Tidak ada kata gengsi untuk berusaha memenuhi target. Bahkan Shoim pernah mendapat julukan di kelas ‘Shoim Bakery’ karena setiap pagi membawa dagangan roti untuk dijual dikelas. Walaupun hal tersebut membuat Shoim harus berangkat lebih pagi untuk mengambil di tempat produksi roti dan kembali sore/malam sepulang dari kampus untuk memesan roti yang akan diambil keesokan paginya. Hal seperti itulah yang tidak akan kita dapatkan ketika hanya duduk dalam perkuliahan. Saat kuliah Shoim aktif di organisasi Fakultas seperti Keluarga Mahasiswa Muslim FKG UGM dan kelompok studi FKG yaitu Denta Paramitha. "Biasanya saya mengambil sekitar lima puluh roti, yang dijual dengan keuntungan yang saya dapatkan sehari kadang mencapai lima puluh ribu rupiah, cukup lumayan untuk makan dan mengisi bensin. Dulu makanan masih lebih terjangkau, dengan Rp10.000 sudah bisa makan nasi telur," ungkapnya sambil tersenyum.
Beasiswa Menguatkan Perjuangan-ku
Shoim menjalankan usaha jualan roti sambil tetap bersemangat untuk mencari peluang beasiswa. Shoim bercerita kalau ketika itu dia mendapat informasi Beasiswa KSE dari kakaknya yang berkuliah di Teknik Elektro. Bersama dengan kakaknya, Shoim mengirimkan berkas pendaftaran Beasiswa KSE.
"Tak bisa dipungkiri, kakakku itu jembatan aku berada di KSE, berkat kakakku yang suka cari info-info beasiswa, aku jadi tahu ada beasiswa KSE ini. Dan beasiswa ini tidak hanya memberikan bantuan finansial bulanan, tetapi juga kesempatan untuk mengikuti berbagai pelatihan yang mengembangkan soft skill dan kepemimpinan.”
Dengan beasiswa ini, Shoim menerima bantuan 600 ribu setiap bulannya, itu sangat membantu dalam mengatasi biaya hidup sehari-hari, memenuhi kebutuhan kuliah, serta meringankan beban orang tuanya. Selama menjadi bagian dari KSE, Shoim merasa sangat bangga dan kadang masih tidak percaya manfaat yang Shoim dapatkan selama mengikuti kegiatan-kegiatan di KSE.
“Berada di KSE, banyak hal yang aku dapatkan, tidak hanya sekedar finansial, misalnya pelatihan yang pernah aku dapatkan di RINDAM ketika itu, kita juga diajarkan mengembangkan karakter cinta tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara dan kegiatan semacam ini belum tentu kita dapatkan di tempat lain. Shoim merasa sangat beruntung dapat mengikuti pelatihan yang begitu berharga dan bermakna baginya. Agenda rutin setiap tahunnya Tatap Muka Penerima Beasiswa KSE yang pernah Shoim ikuti, baik di UGM sendiri atau di universitas lainnya yang pernah ia ikuti membuatnya semakin bersemangat di KSE. Pelatihan dimulai dengan sambutan hangat dari Rektor Universitas Gadjah Mada, yang tidak hanya memberikan pengantar yang menginspirasi tetapi juga menegaskan pentingnya pendidikan dan pengembangan diri dalam mencapai cita-cita. Bagian yang paling menarik dari acara ini adalah games interaktif yang dirancang untuk memperkuat kerja tim dan kekompakan kelompok. Tidak hanya itu, kehadiran para eksekutif perusahaan sebagai pembicara tamu memberikan wawasan berharga tentang dinamika industri, tantangan yang dihadapi, dan kiat sukses dalam membangun karir yang berkelanjutan.
Selain itu, di KSE kami juga memiliki Sekretariat yang dikenal dengan nama Rumah Bedjo. Di sekretariat ini, para penerima beasiswa KSE aktif terlibat dalam program yang mereka inisiasi sendiri. Kegiatan di paguyuban beasiswa KSE UGM tidak hanya itu, ada juga kegiatan mengajar anak-anak kecil di sekitar lingkungan rumah bedjo. Ketika merapi erupsi besar-besaran di tahun 2010, Shoim bersama paguyuban KSE UGM turun tangan melakukan aksi kemanusiaan juga, Senyum untuk Merapi.
Meskipun sebagian besar teman Shoim dari jurusan kedokteran berasal dari latar belakang ekonomi yang lebih mapan, keanggotaan di KSE membantu Shoim merasa lebih terhubung dan akrab dengan teman-teman dari berbagai latar belakang fakultas lain yang memiliki latar belakang keluarga atau ekonomi yang sama dengannya. Salah satu manfaat besar yang Shoimah dapatkan adalah kemudahan dalam membangun jaringan pasien di masa depan sebagai profesional, berkat keanggotaan Shoim di KSE. Shoim dapat dengan mudah meminta rekomendasi dari teman-teman seangkatannya, baik untuk mencari pasien yang membutuhkan perawatan maupun mendapatkan informasi seputar tetangga mereka yang membutuhkan layanan medis.
Dokter Gigi Klinis dan Spesialis Dokter Gigi Anak
Lulus dari status mahasiswa dan menjadi dokter gigi tidak menghentikan langkahku untuk terus berkontribusi dan mengembangkan diri. Setelah diresmikan sebagai dokter gigi pada September 2014, Shoim mulai mendapatkan tanggung jawab baru dalam profesi dokter gigi Dua tahun setelah menjadi dokter gigi, Shoim merasa ingin melanjutkan studi untuk mengambil spesialisasi. Keputusanku jatuh pada program combine degree S2 Kedokteran Gigi Klinis dan Spesialis Kedokteran Gigi Anak di almamater yang sama, UGM. “Dulunya sih iseng menuliskan dikertas, bagaimana sih rasanya punya nama dengan gelar panjang didepan dan dibelakang. Dan mungkin juga menjadi sebuah doa tanpa disadarinya” tambahnya. Saat mengetahui tentang program combine degree di UGM yang memungkinkan untuk mendapatkan gelar spesialis dan S2 secara bersamaan, Shoimah merasa ini adalah kesempatan yang luar biasa. "Oh, lumayan nih bisa dapat dua gelar," begitu pikir Shoimah dalam hati. Walau telah memilih mengejar spesialisasi atau S2 di UGM, Shoimah selalu menghormati keinginan ibunya agar tetap berada dekat dengan Klaten.
Kecintaan Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus
Shoim memilih spesialis gigi anak karena melihat keunikan dalam dunia anak. Meskipun banyak yang lebih tertarik pada spesialisasi seperti ortodonti atau bedah mulut yang menjanjikan penghasilan lebih besar, Shoim memiliki pandangan yang berbeda Shoim yakin bahwa merawat anak-anak bukan sekadar profesi, tetapi juga panggilan hati untuk memberikan pengaruh positif pada masa depan mereka. Ketika kita mengajarkan dan memberikan pengetahuan kepada anak-anak tentang pentingnya merawat gigi mereka, kita juga membuka wawasan bahwa kesehatan gigi itu sangat penting, yang mungkin belum banyak diketahui oleh masyarakat umum. Pentingnya kesehatan gigi pada anak memiliki dampak besar pada perkembangan mereka di masa dewasa, termasuk dalam hal bagaimana mereka belajar. “Remaja dewasa, orang dewasa, orang tua atau dewasa lebih mudah diatur tapi kalau anak-anak kayak sulit untuk diatur. jadi entah kenapa aneh, menantang buat saya walaupun sulit” ungkap Shoim. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Shoimah, berbeda dengan mengatur perawatan gigi untuk orang dewasa atau remaja yang cenderung lebih mudah diatur.
Shoim bermimpi untuk memiliki klinik gigi sendiri yang berfokus pada tumbuh kembang anak-anak. Dia menyadari bahwa masih sedikit klinik yang benar-benar khusus untuk anak-anak, apalagi untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus yang menarik minatnya.
Bukan Sekedar Mimpi : Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian
PR besar bagi kita, terutama di Indonesia adalah meningkatkan perhatian terhadap anak-anak berkebutuhan khusus, termasuk dalam hal kesehatan gigi. Anak-anak, terutama mereka dengan kebutuhan khusus, memerlukan perhatian khusus dalam upaya meningkatkan kesehatan gigi mereka.
"Kesehatan gigi anak-anak dengan kebutuhan khusus penting di semua usia mereka. Meskipun setiap anak unik, mereka tetap memerlukan perhatian khusus dalam pendidikan dan pelatihan, terutama terkait dengan kesehatan gigi mereka," ucap Shoim, merenung dalam hati.
Shoim melanjutkan, "Program ini tidak hanya menyasar anak-anak dengan kebutuhan khusus, tetapi juga melibatkan orang tua mereka dan guru-guru di SLB tersebut. Kami berharap program ini dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan gigi sejak dini"
Shoimah tidak hanya berdedikasi pada pengabdiannya, tetapi juga melalui perjalanan akademisnya dari S1 hingga spesialis, ia meneliti tentang kandungan teobromin dalam coklat yang ternyata memiliki manfaat sebagai anti karies. Salah satu impian dari pembimbingnya adalah untuk menghilirisasi produk coklat ini, entah sebagai pasta gigi atau dalam bentuk makanan yang ramah terhadap kesehatan gigi dan mulut. Pembimbing Shoim terinspirasi melihat pasta gigi coklat di Jerman, namun di Indonesia, konsep ini masih jarang dikenal.
Keteguhan dan Optimisme Pengabdian sebagai Dosen
Mengutip dari novel Jane Austen,
Optimisme tidak lahir dari kebulatan tekad atau sekedar ketabahan belaka. Jiwa dan hati yang ikhlas, mampu bersabar, dan nalar yang sehat mampu menghasilkan keteguhan dan hal terpenting adalah pikiran yang luwes’.
Perjuangan meraih cita kembali diperjuangkan. Menyelesaikan dua tesis. Menyeimbangkan studi dan bekerja. Saat itu optimis dan sabar menjadi kunci menyelesaikan apa yang sudah dimulai ini. Shoim teringat ketika menjadi mahasiswa koas saat itu, ia menulis namanya dengan gelar panjang yang ia impikan kemudian diitempel di cermin kos kala itu. Alhamdulillah, satu persatu terjawab. Setelah lulus dari S2, keinginan menjadi dosen menguat. Shoim ingin menjadi bagian dari perjuangan anakanak yang memerlukan pendidikan untuk meningkatkan taraf hidup.
Sekarang Shoim masih menjadi dosen alhamdulillah Shoimah keterima dosen setelah lulus spesialis. Shoim baru dua tahun jadi dosen di almamaternya sendiri. Shoim ingin jadi dosen agar tetap berjiwa muda. Karena Shoimah percaya kalau misalnya kita memberikan ilmu ke orang lain, ilmu kita juga akan semakin bertambah. Bisa dikatakan memberikan ilmu itu amal jariyah.
Dan dengan jadi dosen menantang Shoim untuk selalu belajar apalagi di kedokteran ilmu akan selalu ter-Update. Nah menjadi dosen sekaligus juga praktisi atau klinisi dokter gigi akhirnya membuat Shoimah untuk mau tidak mau Shoim harus belajar. Menjadi akademisi dan klinisi yang berjalan beriringan. Kini, berkarir sebagai dosen di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak FKG UGM adalah pilihanku. Berbagi ilmu dan terus belajar.Dan sebagai seorang klinisi, saat ini Shoimah menghabiskan waktu sebagai dokter gigi anak di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Prof. Soedomo FKG UGM dan Klinik Joy Dental, salah satu klinik gigi di Jogja.
Rutinitas Dua Profesi : Dokter dan Dosen
Menjalani rutinitas sebagai Dokter Gigi di klinik sekaligus sebagai Dosen di UGM memberikan Shoim pengalaman yang melelahkan namun juga sangat menyenangkan. Shoim tidak pernah suka hanya berdiam diri, karena itu dia selalu mencari kesibukan di setiap harinya. Pagi hingga sore, Shoim fokus di kampus sebagai seorang akademisi, mengajar dan berdiskusi dengan mahasiswa.
Rutinitas ini memberikan tantangan yang Shoimah nikmati. Meskipun melelahkan, Shoimah merasa beruntung dapat berkontribusi dalam dua peran yang sangat Shoim cintai.
“Alhamdulillah, aku sudah bersuami. Suami juga mendukung kegiatanku dengan tidak banyak berada di rumah, dan dia tidak keberatan,” ungkap Soimah.
“Di sela-sela kesibukan sebagai dosen, aku jadwalkan satu hari di rumah sakit gigi dan mulut. Itu bagian dari kekuatan doaku, semoga kisahku bisa menginspirasi siapapun bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika kita berusaha dan berdoa untuk mimpimimpi kita,” ucapnya dengan tulus.
Epilog : Jangan Takut untuk Bermimpi
“Bagi mereka yang mengenal kekuatan doa, tidak akan terjebak dalam pesimisme ketika doa tak kunjung terjawab. Jangan pula merasa malas saat doamu tampak terlambat untuk dikabulkan. Doa ibarat anak tangga yang kita bangun menuju langit. Langkah demi langkah, perlahan namun pasti, kita membangun tangga itu yang suatu hari akan mencapai puncak langit. Mungkin tidak sekarang, tidak besok, bahkan tidak lusa. Tapi percayalah, Allah senantiasa mendengar dan memberikan saat yang tepat untuk menjawab setiap doa. Sertai doa dengan amal kebaikan, dan yakinlah bahwa mimpi-mimpi akan terwujud satu per satu. Saya percaya bahwa setiap langkah kecil yang kita ambil, setiap usaha yang kita lakukan, membentuk bagian dari kisah hidup yang tak terduga. Dengan keyakinan dan ketekunan, kita dapat melampaui batas-batas yang tampaknya tidak mungkin. Saya ingin menyampaikan pesan kepada siapa pun yang mendengarnya: jangan pernah ragu untuk bermimpi besar dan berdoa dengan sungguh-sungguh. Dengan senyum hangat, Shoim menambahkan,
Kita adalah pencipta sejarah dalam hidup kita sendiri. Mari kita terus berjuang, berusaha, dan berdoa, untuk mencapai puncak-puncak kehidupan yang penuh makna dan berkah .