Dr. Erick Ary Tjawanta

Malaikat Tak Bersayap: Dari Timur Indonesia sampai Garda Depan Covid-19 

“Perkenalkan saya Erick Ary Tjawanta, biasanya dipanggil dengan Erick. Saya merupakan seorang lulusan fakultas kedokteran di Universitas Sumatera Utara (USU). Saya masuk di kampus USU angkatan 2009. Saya lulus dari kampus pada tahun 2015. Sebelumnya saya merupakan alumni penerima beasiswa Yayasan Karya Salemba Empat sejak tahun 2010 hingga selesai“. 

Mengutamakan keselamatan orang banyak dalam tugas kemanusiaan, dokter dan tim medis adalah malaikat tanpa sayap bagi masyarakat banyak. Apalagi dalam kondisi era Covid-19 beberapa tahun silam, para Garda terdepan ini dituntut untuk mengerahkan tenaga, kesabaran bahkan nyawa taruhannya untuk membantu masyarakat yang sakit. 

“Alasan saya memilih profesi tersebut adalah memang merupakan cita-cita saya. Saya merasa pekerjaan sebagai seorang dokter merupakan suatu pekerjaan yang mulia karena bisa menolong sesama selain mendapatkan penghasilan” Ungkap Erick ketika ditanya kenapa memilih profesi dokter. 

"Tugas dokter memang bukan hanya pelayanan di dalam gedung tetapi di luar gedung. Kami berusaha menjadi five star doctor, mengamalkan segala ilmu yang kami dapat dari wilayah barat untuk bisa diaplikasikan ke daerah Timur” 


Never Give Up 

Anak bungsu dari 4 bersaudara ini memiliki motto “never give up” yang memotivasinya menjadi juara kelas dari SD hingga SMA. Perjuangan Erick ketika Kuliah memang tidak semulus yang dibayangkan. “Biaya kehidupan saya pada waktu Kuliah pun ditopang oleh kakak saya karena Ayah dan Ibu saya Sudah meninggal. Saya juga tidak bisa meminta terlalu banyak karena kakak saya sudah menikah dan dia juga harus membiayai keluarga dia sendiri.” Ungkapnya. 

Dengan kondisi tersebut, ia mulai mencari beasiswa dan mencari penghasilan tambahan. “Saya dulu bekerja sebagai guru private dan sambil jualan di lingkungan sesama teman".


Akhirnya Erick menerima Beasiswa PPA lalu mendapatkan Beasiswa KSE, hal inilah yang membuatnya bisa sedikit bernafas lega untuk kegiatan kuliah dan organisasi di kampus. Ia pun mulai mengurangi mencari penghasilan tambahan agar dapat fokus terhadap prestasi dan pengembangan dirinya. 

Selama kuliah, dia aktif mengikuti berbagai kegiatan organisasi dan aktivitas sosial di kampus (TBM, SCORE, PEMA, Bakti Sosial), Finalis Mahasiswa Berprestasi di FK USU 2 tahun berturut -turut, Juara LKTI FK USU, dan masih banyak segudang prestasi lainnya. 

Nasionalisme terbentuk dari Beasiswa 

Pada tahun 2010, Beasiswa KSE mulai melebarkan sayapnya ke Universitas Sumatera Utara (USU). Awalnya, dr. Erick dan teman-temannya mengakui bahwa mereka belum pernah mendengar tentang beasiswa ini karena belum ada sosialisasi yang dilakukan. Namun, setelah melewati berbagai proses yang panjang dan penuh tantangan, akhirnya muncullah angkatan pertama penerima beasiswa KSE dari USU. 

Pada awalnya, Erick tidak memahami sepenuhnya mekanisme beasiswa ini. “Kami semua berpikir bahwa beasiswa KSE hanya sebatas transfer uang seperti beasiswa lainnya” ia menyangkanya seperti itu. Namun, seiring berjalannya waktu, dalam beberapa bulan ia mulai menyadari betapa banyak manfaat yang ditawarkan oleh beasiswa KSE. Erick dan para penerima beasiswanya, tidak hanya mendapatkan beasiswa finansial saja, tapi juga mendapatkan banyak wawasan mengikuti pelatihan, bisa mengembangkan diri, dan berbagai peluang lainnya yang membuat beasiswa ini istimewa. Selama menerima beasiswa KSE, Erick mendapatkan berbagai pendidikan non-akademik yang berharga. 


Bahkan setelah menjadi alumni, kami tetap memiliki kesempatan untuk mengasah ilmu melalui berbagai media pembelajaran yang tersedia, memastikan bahwa proses belajar dan pengembangan diri tidak pernah berhenti. 

Tidak hanya itu, Erick juga berperan sebagai pengajar dan bahkan Kepala Sekolah di Program Rumah Belajar KSE USU yang dikenal dengan nama "KABEL" (Kampung Belajar). 

Belajar di kampus saja tidak cukup bagi Erick. Selama menerima beasiswa KSE, ia mengikuti berbagai pelatihan yang memperkaya pengetahuannya. 

Erick juga mengikuti rangkaian pelatihan dari Indofood Leadership Camp II, III, dan IV, yang memberikan wawasan mendalam tentang kepemimpinan dalam dunia bisnis. Tak ketinggalan, ia aktif dalam Upgrading Team KSE USU, yang semakin memperkuat keterampilan dan semangat kerjasamanya .



Kecintaan Terhadap Indonesia 

Segala bekal yang didapatkan Erick selama menerima Beasiswa KSE memberikan fondasi kuat bagi pembelajarannya, baik secara akademik maupun non-akademik. Beasiswa ini tidak hanya memberikan dukungan finansial, tetapi juga ketenangan dan rasa percaya diri yang luar biasa. Erick merasa beruntung bisa mengembangkan dirinya melalui berbagai program dan pelatihan yang ditawarkan oleh KSE. 

Setelah lulus, Erick bertekad untuk berkontribusi lebih jauh. Ia ingin turun langsung ke berbagai daerah di Indonesia, membantu masyarakat dan berpartisipasi dalam pembangunan negeri ini. 

Sebagai alumni, Dr. Erick tetap aktif dalam Paguyuban Alumni KSE. Salah satu peran penting yang pernah ia emban adalah menjadi Penanggung Jawab Regional Alumni KSE. 

itu, ia juga terlibat dalam berbagai pelatihan dan kegiatan yang diselenggarakan untuk alumni. Salah satu program yang sangat berarti baginya adalah "Training for Trainer" yang diadakan oleh KSE. 

Kontribusi Untuk Timur Indonesia 

“Saya ingin ikut berkontribusi untuk turun ke daerah di Indonesia ikut membantu masyarakat Indonesia sehingga bisa ikut membantu mencapai impian saya. 

Setelah lulus pada tahun 2015, Erick melanjutkan perjalanan profesionalnya dengan mengikuti program internship di Tapanuli Utara selama satu tahun. Pengalaman ini berlangsung hingga akhir tahun 2016, memberikan Erick wawasan berharga dan keterampilan praktis. Setelah menyelesaikan masa internship, ia memberanikan diri untuk mendaftar di program Pencerah Nusantara, sebuah inisiatif dari CISDI (Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives). Dengan bekal ilmu yang telah diperolehnya, Erick ingin mengucapkan terima kasih atas beasiswa KSE dengan cara mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilannya di tengah masyarakat, berharap bisa memberikan kontribusi nyata dan berdampak positif bagi mereka. 

Setelah melewati serangkaian proses seleksi yang panjang, akhirnya ia mendapat kesempatan untuk mewujudkan impianya di Distrik Seget, Papua Barat, selama satu tahun. Pengalaman ini memberi Erick pelajaran hidup yang tak tergantikan, yang tidak pernah ia dapatkan saat bekerja di kota besar. 

Selama setahun di sana, Erick menyadari bahwa Papua tidaklah seburuk yang sering dipaparkan media. Masyarakatnya sangat baik dan ramah terhadap kami. Puskesmas Seget merupakan satu-satunya balai pengobatan tempat masyarakat satu distrik atau kecamatan membawa diri mereka untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan pengobatan. Dalam bidang kesehatan, terutama dalam hal Puskesmas, sudah cukup bagus sebenarnya. 

“Disana pernah ada waktu Puskesmas cuma buka 1 jam. Masyarakat disana sudah tahu jenis obatnya, dan mereka sudah familiar juga dengan penyakit tertentu. Maka kami edukasi lagi, untuk memperbaiki dari sisi supply, demand, dan faktor lingkungan” tuturnya. 

“Meskipun jadi Dokter satu-satunya di Puskesmas Seget, Kami tidak lupa untuk tetap berusaha semaksimal mungkin melayani masyarakat kampung seget, baik didalam gedung maupun diluar gedung. 

Pada rentang Mei 2017 hingga April 2018, dr. Erick berkesempatan mengikuti program Pencerah Nusantara. Selama periode tersebut, dr. Erick diberi kepercayaan untuk mewakili puskesmas dalam studi banding ke puskesmas di Manado, Sulawesi Utara. 

"Setelah menyelesaikan misi saya sebagai Dokter Pencerah Nusantara, saya kemudian mendapat kesempatan untuk membantu Kementerian Kesehatan dalam persiapan para peserta Tim Nusantara Sehat di Ciloto," tambah Erick. 

Tepatnya pada periode April hingga September 2018 waktu itu, saya berkesempatan menjadi camp manager dalam pelatihan Nusantara Sehat yang diselenggarakan oleh Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Ciloto di bawah naungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pengalaman ini merupakan sebuah kontribusi yang berharga dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat di daerah tertinggal. 

Pada bulan September 2018 hingga Januari 2019, saya mengikuti seleksi dan terpilih menjadi Nusantara Sehat Individu di Puskesmas Randomayang, Mamuju Utara, Sulawesi Barat. Selama di sana, saya juga mengikuti seleksi CPNS Kemenkes dan dinyatakan lulus. Karena sama-sama di bawah Kementerian Kesehatan RI, saya diperbolehkan mengundurkan diri dari Nusantara Sehat (yang memiliki kontrak 2 tahun).

Pada tahun 2019 hingga 2020, saya aktif sebagai relawan di dua organisasi inspiratif. Pertama, saya bergabung dengan Kelas Inspirasi, di mana saya berkesempatan untuk berbagi pengalaman dan menjadi inspirasi bagi para murid SD.
Kedua, saya terlibat dalam Tim Ruang Berbagi Ilmu di Bali, sebuah komunitas yang fokus pada penyebaran ilmu pengetahuan dan edukasi.
Pengalaman ini membuka mata saya tentang pentingnya pendidikan dan mendorong saya untuk terus berkontribusi bagi kemajuan generasi muda.

Filosofi Beasiswa KSE ketika Erick berkuliah di USU, mengikuti pelatihan leadership, Ikut kegiatan sosial di Paguyuban sampai inspirasi dari dr. Lie Dharmawan memotivasi Erick untuk menjadi agent of change di bidang kesehatan Indonesia. 

Sayap Garda Depan : Covid-19 

Selain itu, Erick mendapatkan kabar ada pembukaan CPNS pada tahun 2018 dan ia mencoba mengikuti proses tersebut secara transparan. Hal yang tidak disangka terjadi. Erick dinyatakan lolos menjadi aparat pemerintahan membantu Kementerian Kesehatan. Mulai dari tahun 2019, ia menjadi ASN Kementerian Kesehatan di RSUP Sanglah Denpasar. Selama menjadi ASN, Erick berusaha untuk mengaplikasikan segala ilmu yang telah saya dapatkan di RS tersebut. 

Saat pandemi Covid-19 melanda dunia, dr. Erick mendapati dirinya berada di garis depan perjuangan, bertugas di Unit Gawat Darurat di sebuah rumah sakit di Denpasar. 

Awalnya, hatinya sering diliputi kecemasan. Alat Pelindung Diri (APD) yang tidak memadai menjadi sumber kekhawatiran besar, terutama ketika semakin banyak rekan sejawat yang jatuh sakit karena terpapar virus saat bertugas. 

Kecintaannya terhadap profesi sebagai dokter, serta komitmennya untuk membantu masyarakat, menjadi bahan bakar yang membuatnya tetap berdiri tegak di tengah badai.

Setiap hari di UGD adalah ujian ketahanan fisik dan mental. Erick harus berhadapan dengan pasien yang mengalami kesulitan bernapas, wajah mereka terukir rasa panik, mencari harapan dalam mata dokter yang mereka temui. Di balik masker dan APD, Erick tetap menunjukkan ketenangan, meskipun hatinya berdegup kencang. 

Walaupun setiap langkah di rumah sakit adalah tantangan besar, Erick merasa bahwa inilah panggilan hidupnya. Di saat-saat paling gelap, ia selalu ingat pada pesan yang pernah ia tulis: bahwa setiap perbuatan baik akan membawa manusia pada tingkatan hidup yang lebih tinggi. 

“Mungkin karena lebih takut pergi ke RS yang tangani Covid-19,” pikirnya di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar, tempat Erick bertugas. Berkurangnya pasien ke rumah sakit, menurut dia, berkat adanya media sosial dan portal berita online. 

Tugasnya sebagai dokter UGD juga terbantu dengan adanya pembatasan sosial. Terutama, karena faktor kecelakaan lalu lintas yang berkurang seiring menurunnya jumlah pengguna jalan raya. 

Dengan hanya dua dokter jaga di satu IGD, Erick tentu kewalahan. Pasalnya, setiap warga yang pulang dari Pulau Jawa, langsung jadi suspect dan harus diperiksa. “Hampir 90% kasus merupakan transmisi dari luar, kebanyakan dari WNA, dan WNI dari Jakarta dan Jogja, dsb,” tutur Erick .

Saat itu, tugas Erick dan rekannya di UGD juga terbantu keberadaan Posko 24 jam khusus pemeriksaan pasien Covid-19. Karena berkontak langsung dengan pasien positif, para tenaga medis di posko mendapat APD yang lengkap dan berstandar rumah sakit. Namun bila pasien kondisinya sesak napas dan kesulitan berjalan, tetap diarahkan ke UGD dulu. Erick bersyukur, mulai banyak bantuan APD yang datang. Selama dua tahun, Erick dan rekan-rekannya bergelut dengan kelelahan fisik dan mental. Masker dan alat pelindung diri menjadi bagian tak terpisahkan dari tubuh mereka, sementara suara ventilator menjadi latar belakang yang selalu mengiringi langkah mereka. 

Pada suatu malam yang tenang, saat langit Denpasar dihiasi bintang-bintang, Erick duduk sendirian di balkon rumahnya. Angin malam yang sejuk membelai wajahnya, sementara pikirannya melayang-layang. Akhirnya, keputusan itu muncul dengan jelas dalam benaknya. Erick tahu bahwa untuk bisa memberikan yang terbaik bagi pasien-pasiennya, ia harus melanjutkan pendidikannya. 

Dengan tekad yang bulat, Erick mulai merencanakan langkah berikutnya. Ia tahu bahwa jalan menuju pendidikan spesialis tidak akan mudah, namun ia yakin bahwa ini adalah langkah yang tepat. 

Dan di tengah malam itu, dengan bintang-bintang sebagai saksi, Erick berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan terus belajar dan berjuang. Bagi dirinya, bagi pasien-pasiennya, dan bagi masa depan yang lebih baik. 


Pendidikan Spesialis 

Setelah mengikuti serangkaian proses dan seleksi, saya kemudian diterima di Program Studi Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi di Universitas Indonesia pada tahun 2022. Berbagai ilmu yang saya dapatkan sejak sekolah, kuliah, berada di daerah, mengantarkan saya sehingga bisa menggapai mimpi saya melanjutkan sekolah kembali. Saya yakin bahwa setiap perbuatan baik kita pasti akan dibalas berkali-kali lipat sama Tuhan. 

Karir Dokter 

Malam itu di sudut sebuah ruang belajar di Universitas Indonesia, Dr. Erick tampak sibuk membolak-balikkan halaman buku tebal kedokteran. Matanya yang lelah tampak tetap bersemangat, mencerminkan tekad yang tak pernah padam dalam dirinya. Di tengah keheningan malam, hanya suara pelan kipas angin dan desahan nafas yang menemani kesendiriannya.Dr. Erick sedang menempuh pendidikan dokter spesialis di Program Studi Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. 

Sejak awal kariernya, Dr. Erick selalu percaya bahwa setiap perbuatan baik, sekecil apapun, akan membawa dampak besar bagi dirinya dan orang lain. Pesan ini ia bawa sejak masa kuliah, saat ia pertama kali menerima beasiswa Karya Salemba Empat (KSE). Beasiswa ini tidak hanya membuka pintu kesempatan bagi dirinya untuk melanjutkan pendidikan, tetapi juga menanamkan keyakinan bahwa kebaikan yang tulus akan selalu berbalas kebaikan. 

Setiap malam, setelah pulang dari rumah sakit tempatnya menjalani program spesialisasi, Dr. Erick menyempatkan diri menulis catatan reflektif tentang hari-harinya. Dalam salah satu catatannya, ia menulis: 

"Hidup ini adalah perjalanan panjang yang penuh tantangan dan pelajaran. Di setiap langkah, saya belajar bahwa perbuatan baik adalah investasi abadi. Setiap senyum yang saya berikan kepada pasien, setiap waktu yang saya habiskan untuk mendengarkan keluhan mereka, adalah bentuk cinta dan dedikasi yang akan membawa saya menjadi versi manusia yang lebih baik lagi.” 

“Kepada teman-teman penerima beasiswa KSE, dan juga para alumni, saya ingin menitipkan pesan ini: Yakinlah bahwa setiap perbuatan baik yang kita lakukan akan membawa kita pada tingkatan hidup yang lebih tinggi. Teruslah berbuat baik, setulus hati, dan lihatlah bagaimana dunia merespon dengan cara yang tak terduga. 

Malam semakin larut, dan Dr. Erick menutup bukunya dengan senyuman kecil. Ia tahu, perjalanan ini masih panjang, namun setiap langkahnya, setiap perbuatan baik yang ia tanamkan, adalah cahaya yang menerangi jalannya. Di tengah gemerlap ibu kota Jakarta, ia tetap setia pada prinsipnya, meniti jalan menuju cita-cita dan kebaikan yang lebih besar.